PANTASKAH SAYA BERTAUBAT?
Saya
bagus 23 tahun, saya dulu adalah seorang lelaki yang bisa dibilang
tidak baik, karna dosa dosa yang saya buat, berzina, minum2 keras,
meninggalkan shalat, obat2an, dan masih banyak lagi,,, apakah pantas
saya bertaubat kembali kejalan yang lurus? Bisakah dosa dosa saya yang
lalu itu terhapus?
Dari: Bagus N.
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Tidak
ada yang bisa menghalangi anda untuk bertaubat. Siapapun orangnya,
sebesar apapun dosanya, dia berhak mandapatkan ampunan Allah dan kasih
sayang-Nya, selama dia bersedia untuk bertaubat. Bahkan Allah sendiri
telah menawarkan kepada seluruh hamba-Nya, terutama mereka yang telah
hanyut dalam berbagai macam dosa dan maksiat, agar mereka tidak berputus
asa untuk mengharapkan rahmat Allah.
قُلْ
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا
مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah:
“Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53)
Namun
untuk bisa mendapatkan rahmat dan ampunan Allah, syarat mutlak yang
harus dipenuhi adalah bertaubat. Karena itu, dalam lanjutan ayat, Allah
menegaskan
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
Bertaubatlah
kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang
azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (QS. az-Zumar:
54)
Bukti Taubat
Inti
taubat adalah menyesali perbuatan maksiat yang pernah dilakukan,
meninggalkannya dan bertekad untuk tidak mengulangi. Yang semuanya
dilakukan secara ikhlas karena Allah, bukan karena tendensi dunia.
Kemudian,
diantara bukti taubat adalah meninggal komunitas dan lingkungan yang
menjadi motivasi dirinya untuk kembali melakukan maksiat.
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan,
كَانَ
فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا،
فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ، فَأَتَاهُ
فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا، فَهَلْ لَهُ مِنْ
تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: لَا، فَقَتَلَهُ، فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً، ثُمَّ سَأَلَ
عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ، فَقَالَ:
إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ، فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ:
نَعَمْ، وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ؟ انْطَلِقْ إِلَى
أَرْضِ كَذَا وَكَذَا، فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللهَ فَاعْبُدِ
اللهَ مَعَهُمْ، وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ، فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ
Di
masa silam, di zaman umat sebelum kalian, ada seseorang yang telah
membunuh 99 nyawa. Kemudian dia bertanya, dimanakah orang yang paling
memahami ilmu di daerah ini. Diapun disarankan untuk menemui seorang
rahib (ahli ibadah, gersang ilmu agama). Orang inipun mendatanginya. Dia
ditanya, ’Orang ini telah membunuh 99 nyawa, apakah masih ada
kesempatan untuk bertaubat?’ ’Tidak ada.’ Jawab si rahib. Diapun
langsung membunuh si rahib, sehingga genap 100 nyawa.
Kemudian
dia bertanya lagi, dimana orang yang paling berilmu di daerah ini,
kemudian dia disarankan untuk menemui seorang ulama. Dia ditanya, ’Orang
ini telah membunuh 100 nyawa, apakah masih ada kesempatan untuk
bertaubat?’ Jawab sang ulama, ’Ya, dia punya kesempatan untuk bertaubat.
Dan siapa yang lencang menghalanginya untuk bertaubat? Pergilah menuju
daerah itu, karena di sana ada masyarakat uang beribadah kepada Allah
(mentauhidkan Allah), dan beribadahlah kepada Allah bersama mereka. Dan
jangan kembali ke negeri asalmu, karena itu kampung jelek.’
Orang
inipun pergi menuju daerah yang disarankan. Ketika di tengah jalan,
datang malaikat kematian, mencabut nyawanya. Hingga malaikat rahmat dan
malaikat adzab berdebat (siapakah yang lebih berhak membawa ruhnya).
Malaikat rahmat mengatakan, ’Dia telah bertaubat, menghadapkan dirinya
menuju Allah.’ Malaikat adzab mengatakan, ’Dia belum melakukan amal
soleh sedikitpun.’
Kemudian
datanglah seorang malaikat berwujud manusia, merekapun menjadikannya
sebagai penengah. Malaikat penengah ini mengatakan, ”Bandingkan jarak
antara tempat kematiannya dengan daerah asal dan daerah tujuannya. Mana
yang lebih dekat, maka dia yang menang.” merekapun mengukur jaraknya,
ternyata jarak menuju daerah tujuan lebih dekat. Lalu dia dibawa oleh
Malaikat rahmat. (HR. Bukhari 3470 & Muslim 2766).
Anda bisa perhatikan hadis di atas,
1.
Ketika si rahib ditanya, dia memberi jawaban yang salah. Akibatnya,
nyawanya melayang. Ini menunjukkan betapa bahayanya ahli ibadah yang
bodoh masalah agama. Masyarakat menganggapnya orang hebat, tempat
rujukan agama, namun ketika ditanya, dia memberikan jawaban yang
menyesatkan.
2.
Ketika sang ulama ditanya, dia memberikan jawaban benar dan
menenangkan, serta menyebutkan solusinya. Itulah jasa besar seorang
alim, dia bagaiman cahaya bagi masyarakat yang sedang menyusuri gelapnya
kehidupan.
3.
Saran yang diberikan orang alim kepada si pembunuh adalah berpindah
dari komunitasnya yang buruk, menuju lingkungan dan komunitas yang baik.
Karena komunitas memberikan pengaruh luar biasa terhadap agama,
kepribadian dan akhlak seseorang. Seseorang bisa menjadi baik karena
komunnitas, demikian pula dia bisa menjadi bejat, karena komunitas.
Karena itu, omong kosong ketika ada orang yang mengaku telah bertaubat
dari zina, namun dia masih aktif menjalin pergaulan bebas. Sikapnya
menunjukkan taubatnya belum serius.
Demikian
pula, omong kosong ketika seseorang mengaku telah bertaubat dari
minuman keras atau judi, sementara dia masih bergaul akrab dengan para
pecandu miras dan penjudi.
4.
Diantara indikator negeri yang baik adalah tauhid. Sang ulama
menyebutkan ciri negeri yang baik, ’di sana ada masyarakat uang
beribadah kepada Allah’ dan seseorang baru dianggap beribadah kepada
Allah, ketika dia menyembah Allah dan membenci semua bentuk penyembahan
kepada selain Allah.
5.
Orang yang telah bertaubat dengan serius, dia tergolong orang baik,
meskipun dia meninggal sebelum sempat beramal. Berbeda dengan mereka
yang ada kesempatan untuk beramal, namun dia enggan beramal, maka dia
berhak dianggap sebagai orang jelek.
Allahu a’lam
Saya
bagus 23 tahun, saya dulu adalah seorang lelaki yang bisa dibilang
tidak baik, karna dosa dosa yang saya buat, berzina, minum2 keras,
meninggalkan shalat, obat2an, dan masih banyak lagi,,, apakah pantas
saya bertaubat kembali kejalan yang lurus? Bisakah dosa dosa saya yang
lalu itu terhapus?
Dari: Bagus N.
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Tidak
ada yang bisa menghalangi anda untuk bertaubat. Siapapun orangnya,
sebesar apapun dosanya, dia berhak mandapatkan ampunan Allah dan kasih
sayang-Nya, selama dia bersedia untuk bertaubat. Bahkan Allah sendiri
telah menawarkan kepada seluruh hamba-Nya, terutama mereka yang telah
hanyut dalam berbagai macam dosa dan maksiat, agar mereka tidak berputus
asa untuk mengharapkan rahmat Allah.
قُلْ
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا
مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah:
“Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53)
Namun
untuk bisa mendapatkan rahmat dan ampunan Allah, syarat mutlak yang
harus dipenuhi adalah bertaubat. Karena itu, dalam lanjutan ayat, Allah
menegaskan
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
Bertaubatlah
kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang
azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (QS. az-Zumar:
54)
Bukti Taubat
Inti taubat adalah menyesali perbuatan maksiat yang pernah dilakukan, meninggalkannya dan bertekad untuk tidak mengulangi. Yang semuanya dilakukan secara ikhlas karena Allah, bukan karena tendensi dunia.
Inti taubat adalah menyesali perbuatan maksiat yang pernah dilakukan, meninggalkannya dan bertekad untuk tidak mengulangi. Yang semuanya dilakukan secara ikhlas karena Allah, bukan karena tendensi dunia.
Kemudian,
diantara bukti taubat adalah meninggal komunitas dan lingkungan yang
menjadi motivasi dirinya untuk kembali melakukan maksiat.
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan,
كَانَ
فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا،
فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ، فَأَتَاهُ
فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا، فَهَلْ لَهُ مِنْ
تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: لَا، فَقَتَلَهُ، فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً، ثُمَّ سَأَلَ
عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ، فَقَالَ:
إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ، فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ:
نَعَمْ، وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ؟ انْطَلِقْ إِلَى
أَرْضِ كَذَا وَكَذَا، فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللهَ فَاعْبُدِ
اللهَ مَعَهُمْ، وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ، فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ
Di
masa silam, di zaman umat sebelum kalian, ada seseorang yang telah
membunuh 99 nyawa. Kemudian dia bertanya, dimanakah orang yang paling
memahami ilmu di daerah ini. Diapun disarankan untuk menemui seorang
rahib (ahli ibadah, gersang ilmu agama). Orang inipun mendatanginya. Dia
ditanya, ’Orang ini telah membunuh 99 nyawa, apakah masih ada
kesempatan untuk bertaubat?’ ’Tidak ada.’ Jawab si rahib. Diapun
langsung membunuh si rahib, sehingga genap 100 nyawa.
Kemudian
dia bertanya lagi, dimana orang yang paling berilmu di daerah ini,
kemudian dia disarankan untuk menemui seorang ulama. Dia ditanya, ’Orang
ini telah membunuh 100 nyawa, apakah masih ada kesempatan untuk
bertaubat?’ Jawab sang ulama, ’Ya, dia punya kesempatan untuk bertaubat.
Dan siapa yang lencang menghalanginya untuk bertaubat? Pergilah menuju
daerah itu, karena di sana ada masyarakat uang beribadah kepada Allah
(mentauhidkan Allah), dan beribadahlah kepada Allah bersama mereka. Dan
jangan kembali ke negeri asalmu, karena itu kampung jelek.’
Orang
inipun pergi menuju daerah yang disarankan. Ketika di tengah jalan,
datang malaikat kematian, mencabut nyawanya. Hingga malaikat rahmat dan
malaikat adzab berdebat (siapakah yang lebih berhak membawa ruhnya).
Malaikat rahmat mengatakan, ’Dia telah bertaubat, menghadapkan dirinya
menuju Allah.’ Malaikat adzab mengatakan, ’Dia belum melakukan amal
soleh sedikitpun.’
Kemudian
datanglah seorang malaikat berwujud manusia, merekapun menjadikannya
sebagai penengah. Malaikat penengah ini mengatakan, ”Bandingkan jarak
antara tempat kematiannya dengan daerah asal dan daerah tujuannya. Mana
yang lebih dekat, maka dia yang menang.” merekapun mengukur jaraknya,
ternyata jarak menuju daerah tujuan lebih dekat. Lalu dia dibawa oleh
Malaikat rahmat. (HR. Bukhari 3470 & Muslim 2766).
Anda bisa perhatikan hadis di atas,
1.
Ketika si rahib ditanya, dia memberi jawaban yang salah. Akibatnya,
nyawanya melayang. Ini menunjukkan betapa bahayanya ahli ibadah yang
bodoh masalah agama. Masyarakat menganggapnya orang hebat, tempat
rujukan agama, namun ketika ditanya, dia memberikan jawaban yang
menyesatkan.
2.
Ketika sang ulama ditanya, dia memberikan jawaban benar dan
menenangkan, serta menyebutkan solusinya. Itulah jasa besar seorang
alim, dia bagaiman cahaya bagi masyarakat yang sedang menyusuri gelapnya
kehidupan.
3.
Saran yang diberikan orang alim kepada si pembunuh adalah berpindah
dari komunitasnya yang buruk, menuju lingkungan dan komunitas yang baik.
Karena komunitas memberikan pengaruh luar biasa terhadap agama,
kepribadian dan akhlak seseorang. Seseorang bisa menjadi baik karena
komunnitas, demikian pula dia bisa menjadi bejat, karena komunitas.
Karena itu, omong kosong ketika ada orang yang mengaku telah bertaubat
dari zina, namun dia masih aktif menjalin pergaulan bebas. Sikapnya
menunjukkan taubatnya belum serius.
Demikian
pula, omong kosong ketika seseorang mengaku telah bertaubat dari
minuman keras atau judi, sementara dia masih bergaul akrab dengan para
pecandu miras dan penjudi.
4.
Diantara indikator negeri yang baik adalah tauhid. Sang ulama
menyebutkan ciri negeri yang baik, ’di sana ada masyarakat uang
beribadah kepada Allah’ dan seseorang baru dianggap beribadah kepada
Allah, ketika dia menyembah Allah dan membenci semua bentuk penyembahan
kepada selain Allah.
5.
Orang yang telah bertaubat dengan serius, dia tergolong orang baik,
meskipun dia meninggal sebelum sempat beramal. Berbeda dengan mereka
yang ada kesempatan untuk beramal, namun dia enggan beramal, maka dia
berhak dianggap sebagai orang jelek.
Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar