"Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita".
إِلَّا
تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا
ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا
تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ
عَلَيْهِ
وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ
كَفَرُوا السُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا ۗ وَاللَّهُ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah
menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah)
mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang
ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya:
"Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita". Maka
Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan
tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang
kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(QS: At-Taubah Ayat: 40)
(QS: At-Taubah Ayat: 40)
Ayat
128-135: Pembinasaan terhadap umat-umat yang kafir, pentingnya menjaga
shalat dan ridha terhadap pembagian Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
أَفَلَمْ
يَهْدِ لَهُمْ كَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنَ الْقُرُونِ يَمْشُونَ فِي
مَسَاكِنِهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لأولِي النُّهَى (١٢٨) وَلَوْلا
كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَكَانَ لِزَامًا وَأَجَلٌ مُسَمًّى (١٢٩)
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ
الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ
وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى (١٣٠) وَلا تَمُدَّنَّ
عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ
وَأَبْقَى (١٣١) وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لا
نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى (١٣٢)
وَقَالُوا لَوْلا يَأْتِينَا بِآيَةٍ مِنْ رَبِّهِ أَوَلَمْ تَأْتِهِمْ
بَيِّنَةُ مَا فِي الصُّحُفِ الأولَى (١٣٣) وَلَوْ أَنَّا
أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلا
أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ
نَذِلَّ وَنَخْزَى (١٣٤) قُلْ كُلٌّ مُتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوا
فَسَتَعْلَمُونَ مَنْ أَصْحَابُ الصِّرَاطِ السَّوِيِّ وَمَنِ اهْتَدَى
(١٣٥
Terjemah Surat Thaha Ayat 128-135
128. Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (orang-orang musyrik)[11] berapa banyak generasi sebelum mereka yang telah Kami binasakan[12], padahal mereka melewati (bekas-bekas) tempat tinggal mereka (umat-umat itu)[13]? Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)[14] bagi orang-orang yang berakal[15].
129. [16]Dan kalau tidak ada suatu ketetapan terdahulu dari Tuhanmu serta tidak ada batas yang telah ditentukan (ajal)[17], pasti (siksaan itu) menimpa mereka.
130. Maka sabarlah engkau (Muhammad) atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah[18] dengan memuji Tuhanmu, sebelum matahari terbit[19] dan sebelum terbenam[20]; dan bertasbihlah (pula) pada waktu-waktu di malam hari[21] dan di ujung siang hari[22], agar engkau merasa senang[23],
131. Dan janganlah engkau tujukan pandangan matamu[24] kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka[25], (sebagai) bunga kehidupan dunia, agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu[26]. Karunia Tuhanmu[27] lebih baik[28] dan lebih kekal[29].
132. Dan perintahkanlah keluargamu mendirikan shalat[30] dan sabar dalam mengerjakannya[31]. Kami tidak meminta rezeki kepadamu[32], Kamilah yang memberi rezeki kepadamu[33]. Dan akibat (yang baik)[34] adalah bagi orang yang bertakwa[35].
133. Dan mereka[36] berkata, "Mengapa dia tidak membawa tanda (bukti) kepada Kami dari Tuhannya[37]?" Bukankah telah datang kepada mereka[38] bukti (yang nyata)[39] sebagaimana yang tersebut di dalam kitab-kitab yang dahulu[40]?”
134. Dan kalau mereka Kami binasakan dengan suatu siksaan sebelumnya (Al Quran diturunkan)[41], tentulah mereka berkata[42],
"Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami,
sehingga kami mengikuti ayat-ayat-Mu sebelum kami menjadi hina[43] dan rendah[44]?"
135. Katakanlah (Muhammad)[45], "Masing-masing (kita) menanti[46], maka nantikanlah olehmu! Dan kelak kamu akan mengetahui[47], siapa yang menempuh jalan yang lurus dan siapa yang telah mendapat petunjuk[48].”
[1] Tidak mau mengamalkannya atau lebih parah dari itu, yaitu tidak beriman dan mendustakannya.
[2] Yakni Al Qur’an.
[3]
Yakni hidupnya di dunia sempit, tidak tenang dan tenteram, dadanya
tidak lapang, bahkan terasa sempit dan sesak karena kesesatannya
meskipun keadaan luarnya memperoleh kenikmatan, memakai pakaian mewah,
memakan makanan yang enak dan tinggal di mana saja yang ia kehendaki,
namun hatinya jika tidak di atas keyakinan yang benar dan petunjuk, maka
tetap dalam kegelisahan, keraguan dan kebimbangan. Hal ini termasuk ke
dalam kehidupan yang sempit. Ibnu Abbas berkata tentang kehidupan yang
sempit, yaitu kesengsaraan. Menurut Abu Sa’id, kehidupan yang sempit
adalah disempitkan kuburnya sehingga tulang rusuknya bertabrakan.
[4] Karena hina, merasa berat menerimanya dan karena bosan dengan keadaan yang dialami.
[5] Yakni ketika di dunia dan ketika dibangkitkan.
[6] Meninggalkannya dan tidak beriman kepadanya.
[7] Dibiarkan dalam azab.
[8]
Yakni melewati batasan yang ditetapkan, mengerjakan perbuatan yang
diharamkan, seperti halnya yang dilakukan orang-orang kafir dan musyrik.
[9]
Oleh karena itu, Allah tidaklah berbuat zalim dan tidak mungkin
meletakkan hukuman yang bukan pada tempatnya. Yang demikian adalah
disebabkan sikapnya yang melampaui batas dan tidak beriman kepada
petunjuk yang diturunkan-Nya untuk kebaikan dirinya.
[10] Dari azab di dunia dan dari azab kubur.
[11] Yakni yang membuat mereka menempuh jalan yang lurus dan menjauhi kesesatan.
[12] Karena mendustakan rasul.
[13] Yakni ketika mereka bepergian ke Syam dan lainnya yang seharusnya mereka ambil pelajaran darinya.
[14]
Ada pula yang menafsirkan, “Terdapat pelajaran-pelajaran” atau
“Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan kebenaran risalah para rasul dan
batilnya sikap mereka selama ini, yaitu menolak seruan para rasul.”
[15] Karena hanya merekalah yang dapat mengambil manfaat dari peristiwa-peristiwa yang menimpa orang-orang terdahulu.
[16]
Ayat ini dan setelahnya merupakan hiburan bagi Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam dan agar Beliau bersabar dari meminta disegerakan azab untuk
orang-orang yang mendustakan, dan bahwa kekafiran serta pendustaan
mereka merupakan sebab turunnya azab kepada mereka. Ditahannya azab
adalah karena ketetapan Allah sampai tiba waktunya, dan agar mereka
kembali dan bertobat sehingga azab itu diangkat dari mereka. Oleh karena
itulah, Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk bersabar terhadap ucapan
mereka dan memerintahkan mengambil gantinya dan menjadikan sebagai
pembantunya, yaitu bertasbih dengan memuji Tuhannya di waktu-waktu yang
utama, yaitu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam, di penghujung
siang, di waktu-waktu malam, agar dengan begitu Beliau menjadi ridha
dengan pemberian Allah berupa pahala di dunia dan di akhirat, hati
Beliau tenteram dan puas dengan beribadah kepada Allah serta merasa
terhibur dari gangguan mereka sehingga bersabar terasa ringan bagi
Beliau.
[17] Dengan ditundanya azab sampai tiba hari kiamat.
[18] Ada yang menafsirkan dengan shalat.
[19] Yaitu shalat Subuh.
[20] Yaitu shalat ‘Ashar.
[21] Yaitu dengan melakukan shalat Maghrib dan Isya.
[22] Yaitu shalat Zhuhur, karena ketika itu matahari sudah condong ke barat.
[23] Dengan pemberian Tuhanmu berupa pahala yang akan diberikan.
[24] Yakni merasa kagum.
[25]
Seperti makanan dan minuman yang enak, pakaian yang indah, harta yang
banyak, rumah yang besar, wanita yang cantik, dsb. Sesungguhnya semua
itu bunga kehidupan dunia, di mana orang-orang yang tertipu
bersenang-senang dengannya, demikian pula orang-orang zalim. Perhiasan
itu akan hilang dan ditinggalkan, menyakitkan hati pencintanya dan
mereka akan menyesal pada hari kiamat serta akan mereka ketahui bahwa
Allah menjadikannya sebagai ujian dan cobaan agar Dia mengetahui siapa
yang tergoda dan siapa yang tidak tergoda, yakni tetap baik
perbuatannya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Sesungguhnya
Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar
Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik
perbuatannya.--Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula)
apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.” (Terj. Al Kahfi: 7-8)
[26] Sehingga mereka berbuat melampaui batas.
[27]
Baik yang segera (di dunia) maupun yang ditunda (di akhirat). Rezeki
yang segera berupa ilmu, iman dan hakikat-hakikat amal saleh, sedangkan
rezeki yang ditunda berupa kenikmatan yang kekal dan kehidupan yang
sejahtera di dekat Ar Rahman (yakni Surga). Ya Allah masukkanlah kami ke
surga dan jauhkanlah kami dari neraka. Ya Allah masukkanlah kami ke
surga dan jauhkanlah kami dari neraka. Ya Allah masukkanlah kami ke
surga dan jauhkanlah kami dari neraka.
[28] Dari kenikmatan yang diberikan kepada mereka di dunia.
[29]
Dalam ayat ini terdapat isyarat, bahwa seorang hamba apabila melihat
dirinya tergiur oleh perhiasan dunia, maka hendaknya ia ingat kenikmatan
akhirat dan membandingkan keduanya.
[30]
Yang fardhu maupun yang sunat. Perintah kepada sesuatu, berarti
perintah pula kepada semua yang menjadikan shalat sempurna. Termasuk
juga perintah mengajarkan mereka (keluarga) tentang shalat, seperti yang
wajib dalam shalat dan yang sunahnya, demikian pula yang membatalkan
shalat dan yang makruh dalam shalat.
[31]
Dengan menegakkannya, mengerjakan rukun-rukun, adab-adab dan
khusyu’nya. Hal ini memang berat bagi jiwa, akan tetapi perlu dipaksa
dan dikerahkan kemampuan sehingga terbiasa. Yang demikian karena apabila
seseorang sudah mengerjakan shalat sesuai yang diperintahkan dan
menjaganya, maka terhadap perintah-perintah agama yang lain, maka dia
akan mampu menjaganya. Sebaliknya, jika shalatnya tidak diperhatikan
bahkan ditinggalkan, maka perintah-perintah agama yang lain tentu akan
ditinggalkan. Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjamin tentang
masalah rezeki, yakni janganlah hal itu terlalu dipikirkan sampai kurang
memberikan perhatian terhadap perintah-perintah agama.
[32] Yakni Kami tidak membebanimu agar engkau memberikan rezeki untuk dirimu dan untuk selainmu.
[33]
Jika semua makhluk sudah ditanggung rezekinya, maka bagaimana dengan
orang yang menegakkan perintah-perintah-Nya dan sibuk mengingat-Nya?
Tentu Dia akan lebih menanggungnya. Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
يَقُوْلُ رَبُّكُمْ يَا ابْنَ
آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِيْ أَمْلَأُ قَلْبَكَ غِنًى وَأَمْلَأُ يَدَكَ
رِزْقًا يَا ابْنَ آدَمَ لَا تُبَاعِدْ مِنِّيْ أَمْلَأُ قَلْبَكَ فَقْرًا
وَأَمْلَأُ يَدَكَ شُغْلاً
Tuhanmu berfirman,
“Wahai anak Adam! Sempatkanlah beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan
penuhi hatimu dengan rasa cukup dan Aku akan memenuhi tanganmu dengan
rezeki. Wahai anak Adam! Janganlah menjauh dari-Ku. Jika demikian, Aku
akan memenuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku akan memenuhi tangan-Mu
dengan kesibukan.” (HR. Hakim, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahihut Targhib wat Tarhib)
[34] Baik di dunia dan di akhirat.
[35]
Rezeki Allah merata ke semua orang, baik yang bertakwa maupun yang
tidak, oleh karena itu, perlu lebih memperhatikan sesuatu yang
mendatangkan kebahagiaan abadi, yaitu takwa.
[36] Yakni orang-orang musyrik atau orang-orang yang mendustakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
[37]
Sesuai yang mereka usulkan (lihat surah 90-92). Usul mereka merupakan
usul yang menyusahkan diri, pembangkangan dan kezaliman. Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia seperti halnya
mereka, tidak pantas diminta bukti sesuai hawa nafsu mereka, bahkan
bukti kerasulannya sudah Allah turunkan dan Allah pilih sesuai hikmah
(kebijaksanaan)-Nya. Di samping itu, perkataan mereka, "Mengapa dia
tidak membawa tanda (bukti) kepada Kami dari Tuhannya.” Menunjukkan
bahwa Allah tidak menurunkan bukti kebenarannya. Hal ini adalah dusta,
padahal Alah Subhaanahu wa Ta'aala telah mendatangkan mukjizat dan
ayat-ayat yang tujuan tersebut sudah tercapai dengan sebagian ayat-ayat
itu.
[38] Jika mereka benar ucapannya dan bahwa mereka mencari yang hak dengan dalilnya.
[39] Yaitu Al Qur’an.
[40]
Al Quranul Karim membenarkan apa yang disebutkan dalam kitab-kitab
terdahulu, seperti Taurat, Injil dan kitab-kitab dahulu lainnya serta
sesuai dengannya, beritanya seperti yang diberitakan kitab-kitab
terdahulu yang masih murni. Ayat ini seperti ayat yang berbunyi, “Dan
apakah tidak cukup bagi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu Al
kitab (Al Quran) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam
(Al Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang
yang beriman.” (Terj. Al ‘Ankabut: 51) Oleh karena itu, ayat-ayat
Al Qur’an hanyalah bermanfaat bagi orang-orang mukmin, di mana dengannya
keimanan dan keyakinan mereka bertambah. Adapun orang-orang yang
berpaling darinya lagi menentangnya, maka mereka tidak beriman kepadanya
dan tidak dapat mengambil manfaat darinya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka
kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman,--Meskipun datang kepada mereka
segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.”
(Terj. Yunus: 96-97) Bahkan disampaikan ayat-ayat itu kepada mereka
faedahnya adalah untuk menegakkan hujjah dan agar mereka tidak
mengatakan, “Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul
kepada kami, sehingga kami mengikuti ayat-ayat-Mu sebelum kami menjadi
hina dan rendah.”
[41] Bisa juga diartikan, “Sebelum Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diutus.”
[42] Pada hari kiamat.
[43] Di hari kiamat.
[44] Dengan masuk ke neraka Jahanam.
[45] Kepada orang-orang yang mendustakanmu, yang berkata, “Kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya" (lihat Ath Thuur: 30)
[46]
Yakni nantikanlah kematianku olehmu, dan aku menanti azab untukmu.
Tidak ada yang kamu nantikan dariku selain dua kebaikan; kemenangan atau
syahid. Sedangkan kami menantikan untukmu azab dari sisi Allah atau
melalui tangan kami.
[47] Pada hari kiamat.
[48]
Untuk menempuh jalan yang lurus itu, yakni aku atau kamu. Orang yang
menempuhnya adalah orang yang berhasil, selamat dan beruntung, sedangkan
orang yang menyimpang darinya akan rugi, kecewa dan tersiksa. Jelas,
orang yang berada di atas jalan yang lurus adalah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dan para pengikutnya, sedangkan musuh-musuhnya tidak
berada di atasnya. Selesai tafsir surah Thaha dengan pertolongan Allah
dan taufiq-Nya dan al hamdulillah di awal dan di akhirnya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-thaha-ayat-124-135.html#sthash.xojnjnNM.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar