Pertama:
Jika seseorang akan melaksanakan
umrah, dianjurkan untuk mempersiapkan diri sebelum berihram dengan mandi
sebagaimana seorang yang mandi junub, memakai wangi-wangian yang terbaik jika
ada dan memakai pakaian ihram.
Kedua:
Pakaian ihram bagi laki-laki berupa
dua lembar kain ihran yang berfungsi sebagai sarung dan penutup pundak. Adapun
bagi wanita, ia memakai pakaian yang telah disyari’atkan yang menutupi seluruh
tubuhnya. Namun tidak dibenarkan memakai cadar/ niqab (penutup wajahnya) dan
tidak dibolehkan memakai sarung tangan.
Ketiga:
Berihram dari miqat untuk dengan
mengucapkan:
لَبَّيْكَ عُمْرَةً
“labbaik ‘umroh” (aku
memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah).
Keempat:
Jika khawatir tidak dapat
menyelesaikan umrah karena sakit atau adanya penghalang lain, maka dibolehkan
mengucapkan persyaratan setelah mengucapkan kalimat di atas dengan mengatakan,
اللَّهُمَّ مَحِلِّي حَيْثُ
حَبَسْتَنِي
“Allahumma mahilli haitsu
habastani” (Ya Allah, tempat tahallul di mana saja Engkau menahanku).
Dengan mengucapkan persyaratan
ini—baik dalam umrah maupun ketika haji–, jika seseorang terhalang untuk
menyempurnakan manasiknya, maka dia diperbolehkan bertahallalul dan tidak wajib
membayar dam (menyembelih seekor kambing).
Kelima:
Tidak ada alat khusus untuk
berihram, namun jika bertepatan dengan waktu shalat wajib, maka shalatlah lalu
berihram setelah shalat.
Keenam:
Setelah mengucapkan “talbiah
umrah” (pada poin ketiga), dilanjutkan dengan membaca dan memperbanyak
talbiah berikut ini, sambil mengeraskan suara bagi laki-laki dan lirih bagi
perempuan hingga tiba di Makkah:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ ،
لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَك لَبَّيْكَ ، إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَك
وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَك
“Labbaik Allahumma labbaik.
Labbaik laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan ni’mata, laka wal mulk, laa
syariika lak”. (Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab
panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku
menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan
hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu).
Ketujuh:
Jika memungkinkan, seseorang
dianjurkan untuk mandi sebelum masuk kota Makkah.
Kedelapan:
Masuk Masjidil Haram dengan
mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid:
اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ
رَحْمَتِكَ.
“Allahummaf-tahlii abwaaba
rohmatik” (Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu).[1]
Kesembilan:
Menuju ke Hajar Aswad, lalu
menghadapnya sambil membaca “Allahu akbar” atau “Bismillah Allahu
akbar” lalu mengusapnya dengan tangan kanan dan menciumnya. Jika tidak
memungkinkan untuk menciumnya, maka cukup dengan mengusapnya, lalu mencium
tangan yang mengusap hajar Aswad. Jika tidak memungkinkan untuk mengusapnya,
maka cukup dengan memberi isyarat kepadanya dengan tangan, namun tidak mencium
tangan yang memberi isyarat. Ini dilakukan pada setiap putaran thawaf.
Kesepuluh:
Kemudian, memulai thawaf umrah 7 putaran,
dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad pula. Dan
disunnahkan berlari-lari kecil pada 3 putaran pertama dan berjalan biasa pada 4
putaran terakhir.
Kesebelas:
Disunnahkan pula mengusap Rukun
Yamani pada setiap putaran thawaf. Namun tidak dianjurkan mencium rukun Yamani.
Dan apabila tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka tidak perlu memberi
isyarat dengan tangan.
Keduabelas:
Ketika berada di antara Rukun Yamani
dan Hajar Aswad, disunnahkan membaca,
رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Robbana aatina fid dunya
hasanah, wa fil aakhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” (Ya Rabb kami,
karuniakanlah pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta
selamatkanlah kami dari siksa neraka). (QS. Al Baqarah: 201)
Ketigabelas:
Tidak ada dzikir atau bacaan
tertentu pada waktu thawaf, selain yang disebutkan pada no. 12. Dan
seseorang yang thawaf boleh membaca Al Qur’an atau do’a dan dzikir yang ia
suka.
Keempatbelas:
Setelah thawaf, menutup kedua
pundaknya, lalu menuju ke makam Ibrahim sambil membaca,
وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ
إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
“Wattakhodzu mim maqoomi
ibroohiima musholla” (Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat)
(QS. Al Baqarah: 125).
Kelimabelas:
Shalat sunnah thawaf dua raka’at di
belakang Maqam Ibrahim[2], pada rakaat pertama setelah membaca surat Al
Fatihah, membaca surat Al Kaafirun dan pada raka’at kedua setelah membaca Al
Fatihah, membaca surat Al Ikhlas.[3]
Keenambelas:
Setelah shalat disunnahkan minum air
zam-zam dan menyirami kepada dengannya.
Ketujuhbelas:
Kembali ke Hajar Aswad, bertakbir,
lalu mengusap dan menciumnya jika hal itu memungkinkan atau mengusapnya atau
memberi isyarat kepadanya.
SA’I UMRAH
Kedelapanbelas:
Kemudian, menuju ke Bukit Shafa
untuk melaksanakan sa’i umrah dan jika telah mendekati Shafa, membaca,
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ
شَعَائِرِ اللَّهِ
“Innash shafaa wal marwata min
sya’airillah” (Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari
syiar Allah) (QS. Al Baqarah: 158).
Lalu mengucapan,
نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ
“Nabda-u bimaa bada-allah bih”.
Kesembilanbelas:
Menaiki bukit Shafa, lalu menghadap
ke arah Ka’bah hingga melihatnya—jika hal itu memungkinkan—, kemudian membaca:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ
أَكْبَرُ (3x)
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ
أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. (3x)
Tiada sesembahan yang berhak
disembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah
segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang
mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tiada sesembahan yang berhak
disembah kecuali hanya Allah semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya,
menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.”[4]
Keduapuluh:
Bacaan ini diulang tiga kali dan
berdoa di antara pengulangan-pengulangan itu dengan do’a apa saja yang
dikehendaki.
Keduapuluhsatu:
Lalu turun dari Shafa dan berjalan
menuju ke Marwah.
Keduapuluhdua:
Disunnahkan berlari-lari kecil
dengan cepat dan sungguh-sungguh di antara dua tanda lampu hijau yang beada di
Mas’a (tempat sa’i) bagi laki-laki, lalu berjalan biasa menuju Marwah dan
menaikinya.
Keduapuluhtiga:
Setibanya di Marwah, kerjakanlah
apa-apa yang dikerjakan di Shafa, yaitu menghadap kiblat, bertakbir, membaca
dzikir pada no. 19 dan berdo’a dengan do’a apa saja yang dikehendaki,
perjalanan (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu putaran.
Keduapuluhempat:
Kemudian turunlah, lalu menuju ke
Shafa dengan berjalan di tempat yang ditentukan untuk berjalan dan berlari bagi
laki-laki di tempat yang ditentukan untuk berlari, lalu naik ke Shafa dan
lakukan seperti semula, dengan demikian terhitung dua putaran.
Keduapuluhlima:
Lakukanlah hal ini sampai tujuh kali
dengan berakhir di Marwah.
Keduapuluhenam:
Ketika sa’i, tidak ada dzikir-dzikir
tertentu, maka boleh berdzikir, berdo’a, atau membaca bacaan-bacaan yang
dikehendaki.
Keduapuluhtujuh:
Jika membaca do’a ini:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ وَارْحَمْ
وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ
“Allahummaghfirli warham wa antal
a’azzul akrom” (Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah), tidaklah mengapa karena telah
diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma bahwasanya mereka membacanya ketika sa’i.
Keduapuluhdelapan:
Setelah sa’i, maka bertahallul
dengan memendekkan seluruh rambut kepala atau mencukur gundul, dan yang
mencukur gundul itulah yang lebih afdhal. Adapun bagi wanita, cukup dengan
memotong rambutnya sepanjang satu ruas jari.
Keduapuluhsembilan:
Setelah memotong atau mencukur
rambut, maka berakhirlah ibadah umrah dan Anda telah dibolehkan untuk
mengerjakan hal-hal yang tadinya dilarang ketika dalam keadaan ihram.
Demikianlah ringkasan amalan umrah
yang merupakan faedah dari Buku “Petunjuk Praktis Manasik Haji dan Umrah”,
penulis Abu Abdillah, terbitan Darul Falah.
Preparing one day before umroh, 4 Dzulqo’dah 1431 H, in King Saud University, Riyadh, KSA
Muhammad Abduh Tuasikal
[1] Do’a masuk masjid dan keluar masjid
sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Sa’id:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ
فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. وَإِذَا خَرَجَ
فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika salah seorang di antara kalian
memasuki masjid, maka ucapkanlah, ‘Allahummaftahlii abwaaba rohmatik’ (Ya
Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid, ucapkanlah:
‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya Allah, aku memohon pada-Mu di antara
karunia-Mu).” (HR. Muslim no. 713)
[2] Yang dimaksud Maqam Ibrahim, yaitu tempat
berdiri Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ketika membangun Ka’bah, bukan kuburan
beliau. Shalat di belakang Maqam Ibrahim jika kondisinya memungkinkan. Adapun
jika tidak memungkinkan karena dipadati oleh orang-orang yan thawaf atau yang
mengerjakan shalat, maka boleh shalat di tempat mana pun di dalam Masjidil
Haram.
[3] Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu
‘anhu yang amat panjang disebutkan,
فجعل المقام بينه وبين البيت [ فصلى
ركعتين : هق حم ] فكان يقرأ في الركعتين : ( قل هو الله أحد ) و ( قل يا أيها
الكافرون ) ( وفي رواية : ( قل يا أيها الكافرون ) و ( قل هو الله أحد
“Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjadikan maqom Ibrahim antara dirinya dan Ka’bah, lalu beliau
laksanakan shalat dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut, beliau membaca
Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al
Kafirun). Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau membaca Qul yaa-ayyuhal
kaafirun (surat Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas).”
(Disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, hal. 56)
[4] HR. Muslim no. 1218.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar